koleksi photoketerangan
koleksi photoketerangan
koleksi photoketerangan
koleksi photoketerangan
koleksi photoketerangan
koleksi photoketerangan
koleksi photoketerangan
koleksi photoketerangan
koleksi photoketerangan
koleksi photoketerangan
koleksi photoketerangan
koleksi photoketerangan
koleksi photoketerangan
koleksi photoketerangan
koleksi photoketerangan

Jilbab dan Khimar, Busanah Muslimah dalam Kehidupan Sehari-Hari

1. Pengantar
Banyak kesalahpahaman terhadap Islam di tengah masyarakat. Misalnya saja jilbab. Tak sedikit orang menyangka bahwa yang dimaksud dengan jilbab adalah kerudung. Padahal tidak demikian. Jilbab bukan kerudung. Kerudung dalam Al Qur`an surah An Nuur : 31 disebut dengan istilah khimar (jamaknya : khumur), bukan jilbab. Adapun jilbab yang terdapat dalam surah Al Ahzab : 59, sebenarnya adalah baju longgar yang menutupi seluruh tubuh perempuan dari atas sampai bawah.

Kesalahpahaman lain yang sering dijumpai adalah anggapan bahwa busana muslimah itu yang penting sudah menutup aurat, sedang mode baju apakah terusan atau potongan, atau memakai celana panjang, dianggap bukan masalah. Dianggap, model potongan atau bercelana panjang jeans oke-oke saja, yang penting ‘kan sudah menutup aurat. Kalau sudah menutup aurat, dianggap sudah berbusana muslimah secara sempurna. Padahal tidak begitu. Islam telah menetapkan syarat-syarat bagi busana muslimah dalam kehidupan umum, seperti yang ditunjukkan oleh nash-nash Al Qur`an dan As Sunnah. Menutup aurat itu hanya salah satu syarat, bukan satu-satunya syarat busana dalam kehidupan umum. Syarat lainnya misalnya busana muslimah tidak boleh menggunakan bahan tekstil yang transparan atau mencetak lekuk tubuh perempuan. Dengan demikian, walaupun menutup aurat tapi kalau mencetak tubuh alias ketat –atau menggunakan bahan tekstil yang transparan-- tetap belum dianggap busana muslimah yang sempurna.

Karena itu, kesalahpahaman semacam itu perlu diluruskan, agar kita dapat kembali kepada ajaran Islam secara murni serta bebas dari pengaruh lingkungan, pergaulan, atau adat-istiadat rusak di tengah masyarakat sekuler sekarang. Memang, jika kita konsisten dengan Islam, terkadang terasa amat berat. Misalnya saja memakai jilbab (dalam arti yang sesungguhnya). Di tengah maraknya berbagai mode busana wanita yang diiklankan trendi dan up to date, jilbab secara kontras jelas akan kelihatan ortodoks, kaku, dan kurang trendi (dan tentu, tidak seksi). Padahal, busana jilbab itulah pakaian yang benar bagi muslimah.

Di sinilah kaum muslimah diuji. Diuji imannya, diuji taqwanya. Di sini dia harus memilih, apakah dia akan tetap teguh mentaati ketentuan Allah dan Rasul-Nya, seraya menanggung perasaan berat hati namun berada dalam keridhaan Allah, atau rela terseret oleh bujukan hawa nafsu atau rayuan syaitan terlaknat untuk mengenakan mode-mode liar yang dipropagandakan kaum kafir dengan tujuan agar kaum muslimah terjerumus ke dalam limbah dosa dan kesesatan.

Berkaitan dengan itu, Nabi SAW pernah bersabda bahwa akan tiba suatu masa di mana Islam akan menjadi sesuatu yang asing –termasuk busana jilbab-- sebagaimana awal kedatangan Islam. Dalam keadaan seperti itu, kita tidak boleh larut. Harus tetap bersabar, dan memegang Islam dengan teguh, walaupun berat seperti memegang bara api. Dan in sya-allah, dalam kondisi yang rusak dan bejat seperti ini, mereka yang tetap taat akan mendapat pahala yang berlipat ganda. Bahkan dengan pahala lima puluh kali lipat daripada pahala para shahabat. Sabda Nabi SAW :

“Islam bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi sesuatu yang asing. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu.” (HR. Muslim no. 145)

“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari yang memerlukan kesabaran. Kesabaran pada masa-masa itu bagaikan memegang bara api. Bagi orang yang mengerjakan suatu amalan pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh orang yang mengerjakan semisal amalan itu. Ada yang berkata,’Hai Rasululah, apakah itu pahala lima puluh di antara mereka ?” Rasululah SAW menjawab,”Bahkan lima puluh orang di antara kalian (para shahabat).” (HR. Abu Dawud, dengan sanad hasan)

2. Aurat dan Busana Muslimah
Ada 3 (tiga) masalah yang sering dicampuradukkan yang sebenarnya merupakan masalah-masalah yang berbeda-beda.

Pertama, masalah batasan aurat bagi wanita.

dua, busana muslimah dalam kehidupan khusus (al hayah al khashshash), yaitu tempat-tempat di mana wanita hidup bersama mahram atau sesama wanita, seperti rumah-rumah pribadi, atau tempat kost.

Ketiga, busana muslimah dalam kehidupan umum (al hayah ‘ammah), yaitu tempat-tempat di mana wanita berinteraksi dengan anggota masyarakat lain secara umum, seperti di jalan-jalan, sekolah, pasar, kampus, dan sebagainya. Busana wanita muslimah dalam kehidupan umum ini terdiri dari jilbab dan khimar.

a. Batasan Aurat Wanita

Aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Lehernya adalah aurat, rambutnya juga aurat bagi orang yang bukan mahram, meskipun cuma selembar. Seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan adalah aurat yang wajib ditutup. Hal ini berlandaskan firman Allah SWT :


"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya." (QS An Nuur : 31)

Yang dimaksud “wa laa yubdiina ziinatahunna” (janganlah mereka menampakkan perhiasannya), adalah “wa laa yubdiina mahalla ziinatahinna” (janganlah mereka menampakkan tempat-tempat (anggota tubuh) yang di situ dikenakan perhiasan). (Lihat Abu Bakar Al-Jashshash, Ahkamul Qur`an, Juz III hal. 316).

Selanjutnya, “illa maa zhahara minha” (kecuali yang (biasa) nampak dari padanya). Jadi ada anggota tubuh yang boleh ditampakkan. Anggota tubuh tersebut, adalah wajah dan dua telapak tangan. Demikianlah pendapat sebagian shahabat, seperti ‘Aisyah, Ibnu Abbas, dan Ibnu Umar (Al-Albani, 2001 : 66). Ibnu Jarir Ath-Thabari (w. 310 H) berkata dalam kitab tafsirnya Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur`an Juz XVIII hal. 84, mengenai apa yang dimaksud dengan “kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” (illaa maa zhahara minha) : “Pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah yang mengatakan,’Yang dimaksudkan adalah wajah dan dua telapak tangan.” Pendapat yang sama juga dinyatakan Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur`an, Juz XII hal. 229 (Al-Albani, 2001 : 50 & 57).

Jadi, yang dimaksud dengan apa yang nampak dari padanya adalah wajah dan dua telapak tangan. Sebab kedua anggota tubuh inilah yang biasa nampak dari kalangan muslimah di hadapan Nabi SAW sedangkan beliau mendiamkannya. Kedua anggota tubuh ini pula yang nampak dalam ibadah-ibadah seperti haji dan shalat. Kedua anggota tubuh ini biasa terlihat di masa Rasulullah SAW, yaitu di masa masih turunnya ayat Al Qur`an (An-Nabhani, 1990 : 45). Di samping itu terdapat alasan lain yang menunjukkan bahwasanya seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan dua telapak tangan karena sabda Rasulullah SAW kepada Asma` binti Abu Bakar :

"Wahai Asma` sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya." (HR. Abu Dawud)

Inilah dalil-dalil yang menunjukkan dengan jelas bahwasanya seluruh tubuh wanita itu adalah aurat, kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Maka diwajibkan atas wanita untuk menutupi auratnya, yaitu menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya.

b. Busana Muslimah dalam Kehidupan Khusus

Adapun dengan apa seorang muslimah menutupi aurat tersebut, maka di sini syara’ tidak menentukan bentuk/model pakaian tertentu untuk menutupi aurat, akan tetapi membiarkan secara mutlak tanpa menentukannya dan cukup dengan mencantumkan lafadz dalam firman-Nya (QS An Nuur : 31) “wa laa yubdiina” (Dan janganlah mereka menampakkan) atau sabda Nabi SAW “lam yashluh an yura minha” (tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya) (HR. Abu Dawud). Jadi, pakaian yang menutupi seluruh auratnya kecuali wajah dan telapak tangan dianggap sudah menutupi, walau bagaimana pun bentuknya. Dengan mengenakan daster atau kain yang panjang juga dapat menutupi, begitu pula celana panjang, rok, dan kaos juga dapat menutupinya. Sebab bentuk dan jenis pakaian tidak ditentukan oleh syara’.

Berdasarkan hal ini maka setiap bentuk dan jenis pakaian yang dapat menutupi aurat, yaitu yang tidak menampakkan aurat dianggap sebagai penutup bagi aurat secara syar'i, tanpa melihat lagi bentuk, jenis, maupun macamnya.

Namun demikian syara' telah mensyaratkan dalam berpakaian agar pakaian yang dikenakan dapat menutupi kulit. Jadi pakaian harus dapat menutupi kulit sehingga warna kulitnya tidak diketahui. Jika tidak demikian, maka dianggap tidak menutupi aurat. Oleh karena itu apabila kain penutup itu tipis/transparan sehingga nampak warna kulitnya dan dapat diketahui apakah kulitnya berwarna merah atau coklat, maka kain penutup seperti ini tidak boleh dijadikan penutup aurat.

Mengenai dalil bahwasanya syara' telah mewajibkan menutupi kulit sehingga tidak diketahui warnanya, adalah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah RA bahwasanya Asma` binti Abubakar telah masuk ke ruangan Nabi SAW dengan berpakaian tipis/transparan, lalu Rasulullah SAW berpaling seraya bersabda :

"Wahai Asma` sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) tidak boleh baginya untuk menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini." (HR. Abu Dawud)

Jadi Rasulullah SAW menganggap kain yang tipis itu tidak menutupi aurat, malah dianggap menyingkapkan aurat. Oleh karena itu lalu Nabi SAW berpaling seraya memerintahkannya menutupi auratnya, yaitu mengenakan pakaian yang dapat menutupi.

Dalil lainnya juga terdapat dalam hadits riwayat Usamah bin Zaid, bahwasanya ia ditanyai oleh Nabi SAW tentang Qibtiyah (baju tipis) yang telah diberikan Nabi SAW kepada Usamah. Lalu dijawab oleh Usamah bahwasanya ia telah memberikan pakaian itu kepada isterinya, maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya :

"Suruhlah isterimu mengenakan baju dalam di balik kain Qibtiyah itu, karena sesungguhnya aku khawatir kalau-kalau nampak lekuk tubuhnya."(HR. Ahmad dan Al-Baihaqi, dengan sanad hasan. Dikeluarkan oleh Adh-Dhiya’ dalam kitab Al-Ahadits Al-Mukhtarah, Juz I hal. 441) (Al-Albani, 2001 : 135).

Qibtiyah adalah sehelai kain tipis. Oleh karena itu tatkala Rasulullah SAW mengetahui bahwasanya Usamah memberikannya kepada isterinya, beliau memerintahkan agar dipakai di bagian dalam kain supaya tidak kelihatan warna kulitnya dilihat dari balik kain tipis itu, sehingga beliau bersabda : "Suruhlah isterimu mengenakan baju dalam di balik kain Qibtiyah itu."

Dengan demikian kedua hadits ini merupakan petunjuk yang sangat jelas bahwasanya syara' telah mensyaratkan apa yang harus ditutup, yaitu kain yang dapat menutupi kulit. Atas dasar inilah maka diwajibkan bagi wanita untuk menutupi auratnya dengan pakaian yang tidak tipis sedemikian sehingga tidak tergambar apa yang ada di baliknya.

c. Busana Muslimah dalam Kehidupan Umum

Pembahasan poin b di atas adalah topik mengenai penutupan aurat wanita dalam kehidupan khusus. Topik ini tidak dapat dicampuradukkan dengan pakaian wanita dalam kehidupan umum, dan tidak dapat pula dicampuradukkan dengan masalah tabarruj pada sebagian pakaian-pakaian wanita.

Jadi, jika seorang wanita telah mengenakan pakaian yang menutupi aurat, tidak berarti lantas dia dibolehkan mengenakan pakaian itu dalam kehidupan umum, seperti di jalanan umum, atau di sekolah, pasar, kampus, kantor, dan sebagainya. Mengapa ? Sebab untuk kehidupan umum terdapat pakaian tertentu yang telah ditetapkan oleh syara’. Jadi dalam kehidupan umum tidaklah cukup hanya dengan menutupi aurat, seperti misalnya celana panjang, atau baju potongan, yang sebenarnya tidak boleh dikenakan di jalanan umum meskipun dengan mengenakan itu sudah dapat menutupi aurat.

Seorang wanita yang mengenakan celana panjang atau baju potongan memang dapat menutupi aurat. Namun tidak berarti kemudian pakaian itu boleh dipakai di hadapan laki-laki yang bukan mahram, karena dengan pakaian itu ia telah menampakkan keindahan tubuhnya (tabarruj). Tabarruj adalah, menempakkan perhiasan dan keindahan tubuh bagi laki-laki asing/non-mahram (izh-haruz ziinah wal mahasin lil ajaanib) (An-Nabhani, 1990 : 104). Oleh karena itu walaupun ia telah menutupi auratnya, akan tetapi ia telah bertabarruj, sedangkan tabarruj dilarang oleh syara’.

Pakaian wanita dalam kehidupan umum ada 2 (dua), yaitu baju bawah (libas asfal) yang disebut dengan jilbab, dan baju atas (libas a’la) yaitu khimar (kerudung). Dengan dua pakaian inilah seorang wanita boleh berada dalam kehidupan umum, seperti di kampus, supermarket, jalanan umum, kebun binatang, atau di pasar-pasar.

Apakah pengertian jilbab ? Dalam kitab Al Mu’jam Al Wasith karya Dr. Ibrahim Anis (Kairo : Darul Maarif) halaman 128, jilbab diartikan sebagai “Ats tsaubul musytamil ‘alal jasadi kullihi” (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau “Ma yulbasu fauqa ats tsiyab kal milhafah” (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian rumah, seperti milhafah (baju terusan), atau “Al Mula`ah tasytamilu biha al mar`ah” (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).

Jadi jelaslah, bahwa yang diwajibkan atas wanita adalah mengenakan kain terusan (dari kepala sampai bawah) (Arab : milhafah/mula`ah) yang dikenakan sebagai pakaian luar (di bawahnya masih ada pakaian rumah, seperti daster, tidak langsung pakaian dalam) lalu diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kakinya.

Untuk baju atas, disyariatkan khimar, yaitu kerudung atau apa saja yang serupa dengannya yang berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan lubang baju di dada. Pakaian jenis ini harus dikenakan jika hendak keluar menuju pasar-pasar atau berjalan melalui jalanan umum (An-Nabhani, 1990 : 48).

Apabila ia telah mengenakan kedua jenis pakaian ini (jilbab dan khimar) dibolehkan baginya keluar dari rumahnya menuju pasar atau berjalan melalui jalanan umum, yaitu menuju kehidupan umum. Akan tetapi jika ia tidak mengenakan kedua jenis pakaian ini maka dia tidak boleh keluar dalam keadaan apa pun, sebab perintah yang menyangkut kedua jenis pakaian ini datang dalam bentuk yang umum, dan tetap dalam keumumannya dalam seluruh keadaan, karena tidak ada dalil yang mengkhususkannya.

Dalil mengenai wajibnya mengenakan dua jenis pakaian ini, karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bagian atas (khimar/kerudung) :

"Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya." (QS An Nuur : 31)

Dan karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bawah (jilbab) :

"Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya." (QS Al Ahzab : 59)

Adapun dalil bahwa jilbab merupakan pakaian dalam kehidupan umum, adalah hadits yang diriwayatkan dari Ummu 'Athiah RA, bahwa dia berkata :

"Rasulullah SAW memerintahkan kaum wanita agar keluar rumah menuju shalat Ied, maka Ummu ‘Athiyah berkata,’Salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab?” Maka Rasulullah SAW menjawab: 'Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya!"(Muttafaqun ‘alaihi) (Al-Albani, 2001 : 82).

Berkaitan dengan hadits Ummu ‘Athiyah ini, Syaikh Anwar Al-Kasymiri, dalam kitabnya Faidhul Bari, Juz I hal. 388, mengatakan : “Dapatlah dimengerti dari hadits ini, bahwa jilbab itu dituntut manakala seorang wanita keluar rumah, dan ia tidak boleh keluar [rumah] jika tidak mengenakan jilbab.” (Al-Albani, 2001 : 93).

Dalil-dalil di atas tadi menjelaskan adanya suatu petunjuk mengenai pakaian wanita dalam kehidupan umum. Allah SWT telah menyebutkan sifat pakaian ini dalam dua ayat di atas yang telah diwajibkan atas wanita agar dikenakan dalam kehidupan umum dengan perincian yang lengkap dan menyeluruh. Kewajiban ini dipertegas lagi dalam hadits dari Ummu 'Athiah RA di atas, yakni kalau seorang wanita tak punya jilbab –untuk keluar di lapangan sholat Ied (kehidupan umum)—maka dia harus meminjam kepada saudaranya (sesama muslim). Kalau tidak wajib, niscaya Nabi SAW tidak akan memerintahkan wanita mencari pinjaman jilbab.

Untuk jilbab, disyaratkan tidak boleh potongan, tetapi harus terulur sampai ke bawah sampai menutup kedua kaki, sebab Allah SWT mengatakan : “yudniina ‘alaihinna min jalabibihinna” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka.).

Dalam ayat tersebut terdapat kata “yudniina” yang artinya adalah yurkhiina ila asfal (mengulurkan sampai ke bawah/kedua kaki). Penafsiran ini –yaitu idnaa` berarti irkhaa` ila asfal-- diperkuat dengan dengan hadits Ibnu Umar bahwa dia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda :

“Barang siapa yang melabuhkan/menghela bajunya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat nanti.’ Lalu Ummu Salamah berkata,’Lalu apa yang harus diperbuat wanita dengan ujung-ujung pakaian mereka (bi dzuyulihinna).” Nabi SAW menjawab,’Hendaklah mereka mengulurkannya (yurkhiina) sejengkal (syibran)’(yakni dari separoh betis). Ummu Salamah menjawab,’Kalau begitu, kaki-kaki mereka akan tersingkap.’ Lalu Nabi menjawab,’Hendaklah mereka mengulurkannya sehasta (fa yurkhiina dzira`an) dan jangan mereka menambah lagi dari itu.” (HR. At-Tirmidzi Juz III, hal. 47; hadits sahih) (Al-Albani, 2001 : 89)

Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa pada masa Nabi SAW, pakaian luar yang dikenakan wanita di atas pakaian rumah --yaitu jilbab-- telah diulurkan sampai ke bawah hingga menutupi kedua kaki.

Berarti jilbab adalah terusan, bukan potongan. Sebab kalau potongan, tidak bisa terulur sampai bawah. Atau dengan kata lain, dengan pakaian potongan seorang wanita muslimah dianggap belum melaksanakan perintah “yudniina ‘alaihinna min jalaabibihina” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbabnya). Di samping itu kata min dalam ayat tersebut bukan min lit tab’idh (yang menunjukkan arti sebagian) tapi merupakan min lil bayan (menunjukkan penjelasan jenis). Jadi artinya bukanlah “Hendaklah mereka mengulurkan sebagian jilbab-jilbab mereka” (sehingga boleh potongan), melainkan Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (sehingga jilbab harus terusan).(An-Nabhani, 1990 : 45-51)

3. Penutup

Dari penjelasan di atas jelas bahwa wanita dalam kehidupan umum wajib mengenakan baju terusan yang longgar yang terulur sampai ke bawah yang dikenakan di atas baju rumah mereka. Itulah yang disebut dengan jilbab dalam Al Qur`an.

Jika seorang wanita muslimah keluar rumah tanpa mengenakan jilbab seperti itu, dia telah berdosa, meskipun dia sudah menutup auratnya. Sebab mengenakan baju yang longgar yang terulur sampai bawah adalah fardlu hukumnya. Dan setiap pelanggaran terhadap yang fardlu dengan sendirinya adalah suatu penyimpangan dari syariat Islam di mana pelakunya dipandang berdosa di sisi Allah. [ ]

DAFTAR BACAAN
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 2001. Jilbab Wanita Muslimah Menurut Al-Qur`an dan As Sunnah (Jilbab Al-Mar`ah Al-Muslimah fi Al-Kitab wa As-Sunnah). Alih Bahasa Hawin Murtadlo & Abu Sayyid Sayyaf. Cetakan ke-6. (Solo : At-Tibyan).

----------. 2002. Ar-Radd Al-Mufhim Hukum Cadar (Ar-Radd Al-Mufhim ‘Ala Man Khalafa Al-‘Ulama wa Tasyaddada wa Ta’ashshaba wa Alzama Al-Mar`ah bi Satri Wajhiha wa Kaffayha wa Awjaba). Alih Bahasa Abu Shafiya. Cetakan ke-1. (Yogyakarta : Media Hidayah).

Al-Baghdadi, Abdurrahman. 1998. Emansipasi Adakah dalam Islam Suatu Tinjauan Syariat Islam Tentang Kehidupan Wanita. Cetakan ke-10. (Jakarta : Gema Insani Press).

Ali, Wan Muhammad bin Muhammad. Al-Hijab. Alih bahasa Supriyanto Abdullah. Cetakan ke-1. (Yogyakarta : Ash-Shaff).

Ambarwati, K.R. & M. Al-Khaththath. 2003. Jilbab Antara Trend dan Kewajiban. Cetakan Ke-1. (Jakarta : Wahyu Press).

Anis, Ibrahim et.al. 1972. Al-Mu’jamul Wasith. Cet. 2. (Kairo : Darul Ma’arif)

An-Nabhani, Taqiyuddin. 1990. An-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam. Cetakan ke-3. (Beirut : Darul Ummah).

Ath-Thayyibiy, Achmad Junaidi. 2003. Tata Kehidupan Wanita dalam Syariat Islam. Cetakan ke-1. (Jakarta : Wahyu Press).

Bin Baz, Syaikh Abdul Aziz et.al. 2000. Fatwa-Fatwa Tentang Memandang, Berkhalwat, dan Berbaurnya Pria dan Wanita (Fatawa An-Nazhar wa al-Khalwah wa Al-Ikhtilath). Alih Bahasa Team At-Tibyan. Cetakan ke-5. (Solo : At-Tibyan).

Taimiyyah, Ibnu. 2000. Hijab dan Pakaian Wanita Muslimah dalam Sholat (Hijab Al-Mar`ah wa Libasuha fi Ash-Shalah). Ditahqiq Oleh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Alih Bahasa Hawin Murtadlo. Cetakan ke-2. (Solo : At-Tibyan).

---------- et. al. 2002. 5 Risalah Hijab Kumpulan Fatwa-Fatwa Tentang Pakaian, Hijab, Cadar, Ikhtilath, Berjabat Tangan, dan Khalwat (Majmu’ Rasail fi Al Hijab wa As-Sufur). Alih Bahasa Muzaidi Hasbullah. Cetakan ke-1. (Solo : Pustaka Arafah).

f10

Teman2 FI0(yang pake batik wong ilang....)






Dati(kerudung ijo)Romi(kerudung coklat)Rini(sng lagi mesem)


Parsan(Lagi Mabok Anggur merah-kanan)Arif abd(kiri)

















Rini&Dati

Langkah Mudah Membuat Buletin Jum’at dengan Scribus
By zamrudkh February 5, 2008
Siapa tak kenal hari Jum’at? Inilah hari yang disebut dalam sabda Rasulullah SAW sebagai sayyidul ayyam, “hari raya” umat Islam setiap pekan. Amal ibadah pun mendapat hitungan balasan yang spesial di hari itu. Belum lagi janji Allah ‘Azza wa Jalla ihwal pengampunan dosa, dari satu Jum’at ke Jum’at berikutnya. Di hari itu, kaum muslimin berduyun memakmurkan rumah Allah dengan ibadah shalat Jum’at (sebuah kesemarakan yang diketahui amat ditakuti Yahudi untuk sama terjadi di waktu shalat fardhu lainnya).
Siapa tak kenal buletin Jum’at? Meski terbit hanya selembar sepekan sekali, buletin Jum’at tentunya sudah menjadi program wajib bagi DKM, Remaja Masjid, Rohis Kelas, Rohis Sekolah, Rohis Angkatan, LDF, LDK, ataupun Ormas Islam di se-antero Nusantara. Biaya produksinya relatif murah. Pilihan input materi tulisannya pun tak terlalu merepotkan (maksudnya, copy paste saja sudah cukup memadai). Karenanya wajar jika buletin Jum’at bisa dianggap sebagai salah satu media yang paling masuk akal dalam menyiasati berbagai keluhan keterbatasan umat terkait penguasaan media.
Siapa tak kenal Scribus? Nah, kalau ini bisa jadi masih ada yang belum kenal. Secara sederhana, Scribus ialah piranti lunak open source untuk desktop publishing. Beragam pembuatan media publikasi seperti flyer, brosur, pamflet, buletin, newsletter, dan majalah bisa ditangani oleh Scribus. Kalau di komputer bersistem operasi Windows kira-kira seperti MS Publisher. Jadi, ini “golongan Linux gitu dech” ya? Ya, umumnya distro-distro Linux yang ada sudah mengikutsertakan Scribus ketika ia diinstall di PC.
Dengan Scribus, seperti halnya MS Publisher, pengelolaan tata letak artikel jadi lebih mudah. Artikel yang panjang langsung disesuaikan dengan panjang halaman yang tersedia. Misalnya, bila ada satu paragraf yang dihapus di halaman pertama, maka isi paragraf berikutnya yang semula berada di halaman kedua akan otomatis masuk di halaman pertama. Tidak seperti MS Publisher, Scribus menyediakan fungsi export file ke bentuk PDF. Ini bermanfaat untuk menyebarluaskan semua buletin Jum’at yang sudah dibuat via internet. Singkatnya, lebih ramah download.
Selain itu, hasil akhirnya pun siap diprint mengikuti format buletin. Misalnya, untuk buletin 4 halaman, akan menghasilkan dua lembar hasil print, 1 lembar memuat halaman 1 dan 4 (depan belakang) dan 1 lembar lainnya memuat halaman 2 dan 3 (bagian tengah). Ini juga mempermudah proses perbanyakan.
Panduan sederhana ini akan menyajikan langkah demi langkah pembuatan buletin Jum’at yang berkomposisi isi (hanya contoh) sebagai berikut:
Nama buletin: At-Taqwa
Edisi terbit: Edisi Perdana/Muharram 1429 H
Tulisan Utama: 1 artikel berjudul Islam Agama Haus Darah, Bagaimana Menjawabnya? oleh Ustadz Ahmad Sarwat, Lc.
Pengumuman: Tasyakkur 5 Tahun INSISTS
Box Redaksi: penerbit, susunan redaksi, alamat kontak dan keterangan lainnya.
Nomor halaman: diletakkan di setiap halaman
Beberapa hal yang akan diperhatikan dalam proses pembuatan buletin Jum’at ini adalah:
Pemilihan style, bisa reguler (normal), italic (miring), bold, dll.
Besar ukuran font, khususnya untuk nama buletin, judul tulisan, nama penulis dan judul pengumuman. Agar kejelasan satu elemen dengan yang lainnya bisa dibedakan.
Tata letak setiap elemen komposisi isi, bisa di tengah, rata kiri, rata kanan, menjorok ke kiri, menjorok ke kanan, dll.
Ukuran kertas yang dipilih ialah A4, untuk hasil akhir sebanyak 4 halaman buletin Jum’at (A4 dilipat dua).
Pengumuman ditempatkan di halaman belakang bersama box redaksi.
Nomor halaman diletakkan di bagian bawah tengah setiap halaman.
Huruf untuk tulisan utama akan memakai font sans-serif (ringkasnya, huruf yang “tak berekor” di ujung-ujungnya; misal: Arial) sedangkan untuk box redaksi akan memakai font serif (lawan dari sans-serif, “berekor” di ujung-ujungnya; misal: Times New Roman). Adapun untuk pengumuman, akan menggabungkan kedua jenis font itu.
Pemilihan warna tidak diutamakan karena targetnya buletin ini akan dicetak satu warna (atau maksimal dua warna) depan belakang. Kecuali bagi yang punya anggaran lebih dan ingin mencetak full-colour, maka komposisi warna juga perlu diseriusi.
Pengerjaan buletin At-Taqwa dilakukan dengan memanfaatkan Scribus pada sistem operasi Linux Mandriva Galaxy. Pada praktiknya, tidak semua fungsionalitas Scribus akan digunakan, alias hanya beberapa tombol saja yang akan diklak-klik. Secara garis besar, untuk keperluan buletin dibutuhkan fungsionalitas berikut:
Memasukkan text tulisan (butuh text frame) dan mengedit tulisan di dalamnya (warna, besar huruf, tebal tipis, dll).
Memasukkan dan mengedit garis (line). Ini untuk pembatas nama buletin dengan judul tulisan.
Memasukkan dan mengedit bentuk-bentuk geometris (shape). Ini untuk memberi latar belakang sekaligus kotak pada box redaksi.
Selengkapnya berikut berkas-berkas yang dapat diunduh:
Langkah Mudah Membuat Buletin Jum’at dengan Scribus (PDF File)
“Hasil Jadi” Sample Buletin Jum’at (.png, .sla, .pdf)

Surga di bawah telapak kaki Ibu

Kita sering mendengar hadits “Surga berada di bawah telapak kaki ibu”, bagaimana kedudukan hadits ini? Syaikh Al-Bany dalam Silisilatu Ahaadits Ad-Dhaifah menjelaskan tentang 2 riwayat, sebuah riwayat merupakan hadits maudhu, sedangkan riwayat yang lain merupakan hadits hasan, oleh karena itu hendaknya kita berpegang pada matan hadits yang hasan tersebut.
الجنة تحت أقدام الأمهات ، من شئن أدخلن ، و من شئن أخرجن
Surga berada di bawah telapak kaum ibu. Barangsiapa dikehendakinya maka dimasukannya, dan barangsiapa dikehendaki maka dikeluarkan darinya
Hadits ini hadits maudhu’ (palsu). Telah diriwayarkan oleh Ibnu Adi (I/325) dan juga oleh al-Uqaili dalam adh-Dhu’afa dengan sanad dari Musa bin Muhammad bin Atha’, dari Abul Malih, dari Maimun, dari Abdullah Ibnu Abbas radhiallahu’anhu.. Kemudian al-Uqaili mengatakan bahwa hadits ini munkar. Bagian pertama dari riwayat tersebut mempunyai sanad lain, namun mayoritas rijal sanadnya majhul.
Dalam masalah ini, saya kira cukupi dengan riwayat yang di keluarkan oleh Imam Nasa’i dan Thabrani dengan sanad hasan, yaitu kisah seseorang yang datang menghadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam seraya meminta izin untuk ikut andil berjihad bersama beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bertanya, Adakah engkau masih mempunyai ibu? Orang itu menjawab, Ya, masih. Beliaupun kemudian bersabda,
فالزمها فإن الجنة تحت رجليها
Bersungguh-sungguhlah dalam berbakti kepada ibumu, karena sesungguhnya surga itu berada di bawah kedua kakinya (*)
Referensi Hadits ke 593 dari kitab Silsilatu Ahaaditsu Ad-Dhaifah wal Maudhuah wa Atsarus Sayyi fil Ummah karya Syaikh Al-Bany, edisi terjemahan, Silsilah Hadits Dhaif dan Maudhu jilid-2, cetakan Gema Insani Press
(*) Nabi mempertimbangkan anak tersebut untuk ikut berjihad karena belum dewasa.

Unik


Seorang wanita [non-muhrim] dari kaum Anshar telah mendatangi Nabi saw., lalu beliau berduaan dengannya. (HR Bukhari & Muslim dari Anas bin Malik r.a.) Inilah salah satu dari hadits-hadits shahih yang terlupakan (jarang diungkap kepada publik).
Hadits tersebut dimuat di Shahih Bukhari, kitab “Nikah”, bab “Sesuatu Yang Membolehkan Seorang Pria Berkhalwat dengan Seorang Perempuan di Dekat Orang-orang”, jilid 11, hlm. 246. Hadits tersebut juga dimuat di Shahih Muslim, kitab “Keutamaan Para Shahabat”, bab “Keutamaan Kaum Anshar”, jilid 7, hlm. 174.
Kebanyakan ulama sepakat menetapkan bahwa dari segi sanad (periwayatan), derajat hadits yang paling tinggi (paling shahih) adalah yang dimuat di Shahih Bukhari dan sekaligus Shahih Muslim. (Peringkat kedua adalah yang dimuat di Shahih Bukhari, tetapi tidak dimuat di Shahih Muslim. Peringkat ketiga adalah yang dimuat di Shahih Muslim, tetapi tidak dimuat di Shahih Bukhari.) Jadi, keshahihan hadits tersebut amat sangat meyakinkan dan tidak meragukan sama sekali.
Lantas, apakah dengan shahihnya hadits tersebut, engkau boleh berduaan dengan pacarmu sebebas-bebasnya? Tidak! Imam Bukhari mengatakan secara tersirat (dari judul bab yang memuat hadits tersebut) bahwa berduaan itu boleh dengan syarat “di dekat orang-orang”.
Apa yang dimaksud dengan “di dekat orang-orang“? Mari kita simak penjelasan Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam kitabnya, Fathul Bari. Kitab ini kami pilih karena kitab inilah yang secara luas diakui sebagai kitab terbaik di antara kitab-kitab yang menjelaskan hadits-hadits shahih Bukhari.
Menurut Ibnu Hajar, “di dekat orang-orang” itu maksudnya keadaan mereka berdua “tidak tertutup dari pandangan orang lain” dan suara pembicaraan mereka “terdengar oleh orang lain” walaupun secara sama-samar (sehingga isi pembicaraan mereka tidak diketahui oleh orang lain). Lebih lanjut, Ibnu Hajar menerangkan, “Hadits tersebut juga menunjukkan bahwa pembicaraan dengan non-muhrim yang bersifat rahasia tidaklah tercela dalam agama jika aman dari kerusakan [lantaran zina dan kemunkaran lainnya].” (Fathul Bari, jilid 11, hlm. 246-247)
Atas dasar itu, kami simpulkan: Kita boleh berduaan dengan non-muhrim bila terawasi, yaitu dalam keadaan yang manakala terlihat tanda-tanda zina, yang ‘kecil’ sekalipun, akan ada orang lain yang menaruh perhatian dan cenderung mencegah terjadinya zina.
Lantas, bagaimana dengan hadits-hadits shahih lain yang menyatakan terlarangnya berkhalwat (berduaan) dengan non-murim? Tidakkah bertentangan? Tidak! Hadits-hadits yang menyatakan terlarangnya khalwat itu bersifat umum. Keumumannya telah dibatasi (ditakhshish) oleh hadits di atas. Dengan kata lain, hadits-hadits tersebut menyatakan: Kita tidak boleh berduaan dengan non-muhrim (tanpa disertai muhrim), kecuali bila terawasi (di dekat orang lain).
Jadi, kalau engkau berduaan dengan pacarmu (atau pun lawan-jenis non-muhrim lainnya), pastikanlah bahwa kalian berada dalam keadaan terawasi (di dekat orang lain). Adapun ketika kita melihat seseorang berduaan dengan pacarnya (atau pun lawan-jenis non-muhrim lainnya), seharusnya di antara kita ada yang mengawasi mereka supaya mereka tidak berzina. Jangan malah pura-pura tak tahu atau pun melarang mereka berduaan!

Cari Teman

Cari kabar teman Alumi

  • Angkatan Tahun 2003------masuk-->>>
  • Angkatan Tahun 2004------masuk-->>>
  • Angkatan Tahun 2005------masuk-->>>
  • Angkatan Tahun 2006------masuk-->>>
  • Angkatan Tahun 2007------masuk-->>>
  • Angkatan Tahun 2008------masuk-->>>
  • Angkatan Tahun 2008------masuk-->>>
  • Angkatan Tahun 2009------masuk-->>>
  • Angkatan Tahun 2010------masuk-->>>
  • Angkatan Tahun 2011------masuk-->>>
  • Angkatan Tahun 2012------masuk-->>>

. CARA MENENTUKAN IBADAH PUASA DAN IDUL FITRI
Awal puasa ditentukan dengan tiga perkara :1. Ru’yah hilal (melihat bulan sabit).2. Persaksian atau kabar tentang ru’yah hilal.3. Menyempurnakan bilangan hari bulan Sya’ban.
Tiga hal ini diambil dari hadits-hadits dibawah ini :
v Hadits dari Abi Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata :Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah karena melihatnya (hilal bulan Syawal). Jika kalian terhalang awan, maka sempurnakanlah Sya’ban tiga puluh hari.”
(HSR. Bukhari 4/106, dan Muslim 1081) v Hadits dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma :Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari kecuali seseorang diantara kalian yang biasa berpuasa padanya. Dan janganlah kalian berpuasa sampai melihatnya (hilal Syawal). Jika ia (hilal) terhalang awan, maka sempurnakanlah bilangan tiga puluh hari kemudian berbukalah (Iedul Fithri) dan satu bulan itu 29 hari.” (HR. Abu Dawud 2327, An-Nasa’I 1/302, At-Tirmidzi 1/133, Al-Hakim 1/425, dan di Shahih kan sanadnya oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi) v Hadits dari ‘Adi bin Hatim radhiallahu ‘anhu :Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Apabila datang bulan Ramadhan, maka berpuasalah 30 hari kecuali sebelum itu kalian melihat hilal.” (HR. At-Thahawi dalam Musykilul Atsar 105, Ahmad 4/377, Ath-Thabrani dalam Ak-Kabir 17/171 dan lain-lain)
v Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :“Puasalah karena melihatnya (hilal) dan berbukalah karena melihatnya. Jika awan menghalangi kalian sempurnakanlah tiga puluh hari. Jika dua orang saksi mempersaksikan (ru’yah hilal) maka berpuasalah dan berbukalah kalian karenanya.”
(HR. An-Nasa’I 4/132, Ahmad 4/321, Ad-Daruquthni, 2/167, dari Abdurrahman bin Zaid bin Al-Khattab dari sahabat-sahabat Rasulullah, sanadnya Hasan. Demikian keterangan Syaikh Salim Al-Hilali serta Syaikh Ali Hasan. Lihat Shifatus Shaum Nabi, hal. 29)
Hadits-hadits semisal itu diantaranya dari Aisyah, Ibnu Umar, Thalhah bin Ali, Jabir bin Abdillah, Hudzaifah dan lain-lain Radliallahu ‘anhum. Syaikh Al-Albani membawakan riwayat-riwayat mereka serta takhtrij-nya dalam Irwa’ul Ghalil hadits ke 109.Isi dan makna hadits-hadits diatas menunjukkan bahwa awal bulan puasa dan Iedul Fithri ditetapkan dengan tiga perkara diatas. Tentang persaksian atau kabar dari seseorang berdalil dengan hadits yang keempat dengan syarat pembawa berita adalah orang Islam yang adil, sebagaimana tertera dalam riwayat Ahmad dan Daraquthni. Sama saja saksinya dua atau satu sebagaimana telah dinyatakan oleh Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma ketika beliau berkata :“Manusia sedang melihat-lihat (munculnya) hilal. Aku beritahukan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa aku melihatnya. Maka beliau berpuasa dan memerintahkan manusia untuk berpuasa.” (HR. Abu Dawud 2342, Ad-Darimi 2/4, Ibnu Hibban 871, Al-Hakim 1/423 dan Al-Baihaqi, sanadnya Shahih sebagaimana diterangkan oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam At-Talkhisul Kabir 2/187)
Penjelasan dari hadits-hadits diatas:
1. Penentuan hilal yang disyari’atkan dalam agama ini cukup melihat bulan dengan mata telanjang.
2. Menentukan awal masuknya bulan dengan metode hisab dibantu dengan ilmu astronomi tidak disyari’atkan dalam agama ini, perhatikan hadits-hadits seputar penentuan hilal diatas.
3. Allah menjadikan mudah agama ini, maka tidak perlu kita mempersulit diri.
II. PERBEDAAN MATHLA’ (Tempat Muncul Hilal) DAN PERSELISIHANNYA
Hadits-hadits diatas menerangkan dengan jelas bahwa dalam mengetahui masuk dan berakhirnya bulan puasa adalah dengan ru’yah hilal, bukan dengan hisab. Dan konteks kalimatnya kepada semua kaum muslimin bukan hanya kepada satu negeri atau kampung tertentu.
Maka, bagaimana cara mengkompromikan hadits-hadits diatas dengan hadits SHOHIH yang berbunyi :“Kuraib mengabarkan bahwa Ummu Fadll bintul Harits mengutusnya kepada Muawiyyah di Syam. Kuraib berkata : “Aku sampai di Syam kemudian aku memenuhi keperluannya dan diumumkan tentang hilal Ramadhan, sedangkan aku masih berada di Syam. Kami melihat hilal pada malam Jum’at. Kemudian aku tiba di Madinah pada akhir bulan. Maka Ibnu Abbas bertanya kepadaku – kemudian dia sebutkan tentang hilal — : ‘kapan kamu melihat Hilal?’ Akupun menjawab : ‘Aku melihatnya pada malam Jum’at. Beliau bertanya lagi : ‘Engkau melihatnya pada malam Jum’at ?’ Aku menjawab :’Ya, orang-orang melihatnya dan merekapun berpuasa, begitu pula Muawiyyah.’ Dia berkata : ‘Kami melihatnya pada malam Sabtu, kami akan berpuasa menyempurnakan tiga puluh hari atau kami melihatnya (hilal).’Aku bertanya : ‘Tidakkah cukup bagimu ruyah dan puasa Muawiyyah ?’ Beliau menjawab : ‘Tidak! Begitulah Rasulullah memerintahkan kami.’” (HR. Muslim 1087, At-Tirmidzi 647 dan Abu Dawud 1021. Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi di Shahih kan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi 1/213)Dalam hadits Kuraib diatas dan hadits-hadits sebelumnya para ulama berselisih pendapat. Perselisihan ini disebutkan dalam Fathul Bari Juz. 4 hal. 147. Ibnu Hajar berkata :
“Para Ulama berbeda pendapat tentang hal ini atas beberapa pendapat : Pendapat Pertama :Setiap negeri mempunyai ru’yah atau mathla’. Dalilnya dengan hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma dalam Shahih Muslim. Ibnul Mundzir menceritakan hal ini dari Ikrimah, Al-Qasim Salim dan Ishak, At-Tirmidzi mengatakan bahwa keterangan dari ahli ilmu dan tidak menyatakan hal ini kecuali beliau. Al-Mawardi menyatakan bahwa pendapat ini adalah salah satu pendapat madzab Syafi’i.Pendapat Kedua :Apabila suatu negeri melihat hilal, maka seluruh negeri harus mengikutinya. Pendapat ini masyhur dari kalangan madzhab Malikiyah. Tetapi Ibnu Abdil Barr mengatakan bahwa ijma’ telah menyelisihinya. Beliau mengatakan bahwa para ulama sepakat bahwa ru’yah tidak sama pada negara yang berjauhan seperti antara Khurasan (negara di Rusia) dan Andalus (negeri Spanyol).Al-Qurthubi berkata bahwa para syaikh mereka telah menyatakan bahwa apabila hilal tampak terang disuatu tempat kemudian diberitakan kepada yang lain dengan persaksian dua orang, maka hal itu mengharuskan mereka semua berpuasa…
Sebagian pengikut madzhab Syafi’i berpendapat bahwa apabila negeri-negeri berdekatan, maka hukumnya satu dan jika berjauhan ada dua :
1. Tidak wajib mengikuti, menurut kebanyakan mereka.
2. Wajib mengikuti. Hal ini dipilih oleh Abu Thayib dan sekelompok ulama. Hal ini dikisahkan oleh Al-Baghawi dari Syafi’i.
Sedangkan dalam menentukan jarak (jauh) ada beberapa pendapat :
1. Dengan perbedaan mathla’. Ini ditegaskan oleh ulama Iraq dan dibenarkan oleh An-Nawawi dalam Ar-Raudlah dan Syarhul Muhadzab.
2. Dengan jarak mengqashar shalat. Hal ini ditegaskan Imam Al-Baghawi dan dibenarkan oleh Ar-Rafi’i dalam Ash-Shaghir dan An-Nawawi dalam Syarhul Muslim.
3. Dengan perbedaan iklim.
4. Pendapat As-Sarkhasi : “Keharusan ru’yah bagi setiap negeri yang tidak samar atas mereka hilal.”
5. Pendapat Ibnul Majisyun : “Tidak harus berpuasa karena persaksian orang lain…” berdalil dengan wajibnya puasa dan beriedul fithri bagi orang yang melihat hilal sendiri walaupun orang lain tidak berpuasa dengan beritanya.
Imam Syaukani menambahkan : “Tidak harus sama jika berbeda dua arah, yakni tinggi dan rendah yang menyebabkan salah satunya mudah melihat hilal dan yang lain sulit atau bagi setiap negeri mempunyai iklim. Hal ini diceritakan oleh Al-Mahdi dalam Al-Bahr dari Imam Yahya dan Hadawiyah.”
Hujjah ucapan-ucapan diatas adalah hadits Kuraib dan segi pengambilan dalil adalah perbuatan Ibnu Abbas bahwa beliau tidak beramal (berpuasa) dengan ru’yah penduduk Syam dan beliau berkata pada akhir hadits : “Demikian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyuruh kami.” Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma menghapal dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa penduduk suatu negeri tidak harus beramal dengan ru’yah negeri lain. Demikian pendalilan mereka.Adapun menurut jumhur ulama adalah tidak adanya perbedaan mathla’ (tempat munculnya hilal). Oleh karena itu kapan saja penduduk suatu negeri melihat hilal, maka wajib atas seluruh negeri berpuasa karena sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ,”Puasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya.” Ucapan ini umum mencakup seluruh ummat manusia. Jadi siapa saja dari mereka melihat hilal dimanapun tempatnya, maka ru’yah itu berlaku bagi mereka semuanya.”
(Fiqhus Sunah 1/368)As-Shan’ani rahimahullah berkata, “Makna dari ucapan “karena melihatnya” yaitu apabila ru’yah didapati diantara kalian. Hal ini menunjukkan bahwa ru’yah pada suatu negeri adalah ru’yah bagi semua penduduk negeri dan hukumnya wajib.”
(Subulus Salam 2/310)Imam As-Syaukani membantah pendapat-pendapat yang menyatakan bahwasanya ru’yah hilal berkaitan dengan jarak, iklim dan negeri dalam kitabnya Nailul Authar 4/195.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa berkata : “Orang-orang yang menyatakan bahwa ru’yah tidak digunakan bagi semuanya (negeri-negeri) seperti kebanyakan pengikut-pengikut madzhab Syafi’i, diantaranya mereka ada yang membatasi dengan jarak qashar shalat, ada yang membatasi dengan perbedaan mathla’ seperti Hijaz dengan Syam, Iraq dengan Khurasan, pendapat kedua-duanya lemah karena jarak qashar shalat tidak berkaitan dengan hilal….Apabila seseorang menyaksikan pada malam ke 30 bulan Sya’ban di suatu tempat, dekat maupun jauh, maka wajib puasa. Demikian juga kalau menyaksikan hilal pada waktu siang menjelang maghrib maka harus imsak (berpuasa) untuk waktu yang tersisa, sama saja baik satu iklim atau banyak iklim.” (Majmu’ Fatawa Juz 25 hal 104-105)Shidiq Hasan Khan berkata : “Apabila penduduk suatu negeri melihat hilal, maka seluruh negeri harus mengikutinya. Hal itu dari segi pengambilan dalil hadits-hadits yang jelas mengenai puasa, yaitu “karena melihat hilal dan berbuka karena hilal” (Hadits Abu Hurairah dan lain-lain). Hadits-hadits tersebut berlaku untuk semua ummat, maka barangsiapa diantara mereka melihat hilal dimana saja tempatnya, jadilah ru’yah itu untuk semuanya …” (Ar-Raudhah An-Nadiyah 1/146).Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah dalam mengomentari ucapan Sayyid Sabiq yang mendukung pendapat yang mewajibkan ru’yah bagi setiap penduduk suatu negeri dan penentuan jarak dan tanda-tandanya mengatakan : “… Saya –demi Allah- tidak mengetahui apa yang menghalangi Sayyid Sabiq sehingga dia memilih pendapat yang syadz (ganjil) ini dan enggan mengambil keumuman hadits yang shahih dan merupakan pendapat jumhur ulama sebagaimana yang dia sebutkan sendiri. Pendapat ini juga telah dipilih oleh banyak kalangan ulama muhaqiqin seperti Ibnu Taimiyyah, di dalam Al-Fatawa jilid 25, As-Syaukani dalam Nailul Authar, Shidiq Hasan Khan di dalam Ar-Raudhah An-Nadiyah 1/224-225 dan selain mereka. Dan inilah yang benar. Pendapat ini tidak bertentangan dengan hadits Ibnu Abbas (hadits Kuraib) karena beberapa perkara yang disebutkan As-Syaukani rahimahullah. Kemungkinan yang lebih kuat untuk dikatakan adalah bahwa hadits Ibnu Abbas tertuju bagi orang yang berpuasa berdasarkan ru’yah negerinya, kemudian sampai berita kepadanya pada pertengahan Ramadhan bahwa di negeri lain melihat hilal satu hari sebelumnya. Pada keadaan semacam ini beliau (Ibnu Abbas) meneruskan puasanya bersama penduduk negerinya sampai sempurna 30 hari atau melihat hilal. Dengan demikian hilanglah kesulitan (pengkompromian dua hadits) tersebut sedangkan hadits Abu Harairah dan lain-lain tetap pada keumumannya, mencakup setiap orang yang sampai kepadanya ru’yah hilal dari negeri mana saja tanpa adanya batasan jarak sama sekali, sebagaimana yang ditegaskan oleh Ibnu Taimiyah di dalam Al-Fatawa 75/104 …(Tamamul Minnah, hal. 397)III. BOLEHKAH BER-IEDUL FITRI SENDIRI?Sekarang timbul permasalahan yaitu seseorang yang melihat ru’yah sendirian secara jelas, apakah dia harus beriedul fithri dan berpuasa sendiri atau bersama manusia ?
Dalam permasalahan ini ada tiga pendapat, sebagaimana yang dirinci oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa 25/114 :Pendapat Pertama :Wajib atasnya berpuasa dan ber’iedul fithri secara sembunyi-sembunyi. Inilah madzhab Syafi’i.Pendapat Kedua :Dia harus berpuasa tetapi tidak ber’iedul fithri kecuali ketika bersama manusia. Pendapat ini masyhur dari madzhab Maliki dan Hanafi.
Pendapat Ketiga :Dia berpuasa dan ber’iedul fithri bersama manusia. Inilah pendapat yang paling jelas karena sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (artinya) : “Puasa kalian adalah hari kalian berpuasa dan berbuka kalian (Iedul Fithri) adalah hari kalian berbuka (tidak berpuasa) dan Adha kalian adalah hari kalian berkurban. (HR. Tirmidzi 2/37 dan beliau berkata “hadits gharib hasan”. Syaikh Al-Albani berkata : “Sanadnya jayyid dan rawi-rawinya semuanya tsiqah. Lihat Silsilah Al-Hadits As-Shahihah 1/440)Demikian keterangan Syaikhul Islam.
Bertolak dari hadits Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu diatas, para ulama pun berkomentar. Di antaranya Imam At-Tirmidzi berkata setelah membawakan hadits ini : “Sebagian ahlu ilmi (ulama) mentafsirkan hadits ini bahwa puasa dan Iedul Fithri bersama mayoritas manusia.” Imam As-Shan’ani berkata : “Dalam hadits itu terdapat dalil bahwa hari Ied ditetapkan bersama manusia. Orang yang mengetahui hari Ied dengan ru’yah sendirian wajib baginya untuk mencocoki lainnya dan mengharuskan dia untuk mengikuti mereka didalam shalat Iedul Fithri dan Iedul Adha.” (Subulus Salam 2/72)Ibnul Qayyim berkata : “Dikatakan bahwa di dalam hadits itu terdapat bantahan terhadap orang yang mengatakan bahwa barangsiapa mengetahui terbitnya bulan dengan perkiraan hisab, boleh baginya untuk berpuasa dan berbuka, berbeda dengan orang yang tidak tahu. Juga dikatakan (makna yang terkandung dalam hadits itu) bahwa saksi satu orang apabila melihat hilal sedangkan hakim tidak menerima persaksiannya, maka dia tidak boleh berpuasa sebagaimana manusia tidak berpuasa.” (Tahdzibus Sunan 3/214)Abul Hasan As-Sindi setelah menyebutkan hadits Abu Hurairah pada riwayat Tirmidzi, berkata dalam Shahih Ibnu Majah : “Yang jelas maknanya adalah bahwa perkara-perkara ini bukan untuk perorangan, tidak boleh bersendirian dalam hal itu. Perkaranya tetap diserahkan kepada imam dan jamaah. Atas dasar ini, jika seseorang melihat hilal sedangkan imam menolak persaksiannya, maka seharusnya tidak diakui dan wajib atasnya untuk mengikuti jamaah pada yang demikian itu.”Syaikh Al-Albani menegaskan : “Makna inilah yang terambil dari hadits tersebut. Diperkuat makna ini dengan hujjah Aisyah terhadap Masruq melarang puasa pada hari Arafah karena khawatir pada saat itu hari nahr (10 Dzulhijah). Aisyah menerangkan kepadanya bahwa pendapatnya tidak dianggap dan wajib atasnya untuk mengikuti jama’ah. Aisyah berkata : “Nahr adalah hari manusia menyembelih kurban dan Iedul Fithri adalah hari manusia berbuka.” (Silsilah Al-Hadits As-Shahihah 1/443-444)Akan tetapi jika seseorang tinggal di suatu tempat yang tidak ada orang kecuali dia, apabila ia melihat hilal, maka wajib berpuasa karena dia sendirian di sana. Sebagaimana perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ fatawa 25/117.
v Terkadang seorang Imam meremehkan ketika disampaikan penetapan hilal dengan menolak persaksian orang yang adil, bisa jadi karena tidak mau membahas tentang keadilannya atau karena politik dan sebaginya dari alasan-alasan yang tidak syar’i, maka bagaimana hukumnya ?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam hal ini mengatakan : “Apa yang sudah menjadi ketetapan sebuah hukum tidak berbeda keadaannya pada orang yang diikuti dalam ru’yah hilal. Sama saja dia seorang mujtahid yang benar atau salah, atau melampaui batas. Tentang masalah apabila hilal tidak tampak dan tidak diumumkan padahal manusia sangat bersemangat mencarinya telah tersebut dalam As-Shahihah bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang para imam : Mereka (para imam) shalat bersama kalian, jika mereka benar maka pahala bagi kalian dan mereka, dan jika salah maka pahala bagi kalian dan dosa atas mereka.” Maka kesalahan dan pelampauan batas adalah atas mereka bukan atas kaum muslimin yang tidak salah dan tidak melampaui batas.” (Majmu’ Fatawa, 25/206)
v Jika timbul pertanyaan bagaimana hukum puasa pada hari mendung, pada saat hilal terhalang oleh awan dan pada waktu itu malam yang ke 30 dari bulan Sya’ban ?
Dalam permasalahan ini, Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam menerangkan dalam kitab beliau Taudlihul Ahkam 1/139 sebagai berikut :“Pendapat yang masyhur dalam madzhab Imam Ahmad adalah wajib puasa pada waktu itu. Pengikut-pengikut beliau membela madzhabnya dan membantah hujjah orang yang menyelisihinya. Pendapat ini berdalil dengan hadits Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma yang ada dalam Shahihain bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Apabila kalian melihat hilal (Ramadhan), maka puasalah dan apabila melihatnya (hilal Syawal) maka berbukalah. Jika mendung atas kalian maka kira-kirakanlah.” Dengan persempit bulan Sya’ban menjadi 29 hari.Sedangkan Imam Malik, Syafi’I dan Hanafi berpendapat bahwa tidak disyari’atkannya puasa pada waktu itu, karena pada waktu itu adalah waktu keraguan yang dilarang puasa padanya. Mereka berdalil dengan hadits Ammar yang diriwayatkan oleh Ashabus Sunan : “Barang siapa berpuasa pada hari yang diragukan, maka dia sungguh telah bermaksiat kepada Abul Qasim Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam .” Pendapat inilah pendapat Imam Ahmad yang sebenarnya.
Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughni bahwa riwayat dari Imam Ahmad menyatakan bahwa pada waktu itu puasa tidak wajib dan jika dia puasa, maka tidak dianggap puasa Ramadhan. Inilah pendapat kebanyakan ahlul ilmi (ulama).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan : “Tidak berpuasa (pada saat itu) adalah madzhab Imam Ahmad. Imam Ahmad juga mengatakan bahwa berpuasa pada hari yang diragukan adalah mendahului Ramadhan dengan puasa satu hari. Sungguh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melarang hal itu. Yang masih diragukan adalah tentang wajibnya berpuasa pada hari itu, padahal tidak wajib dilakukan bahkan yang disunnahkan adalah meninggalkannya …. Kalau dikatakan boleh dua perkara, maka sunnah untuk berbuka itu lebih utama.”
Beliau (Ibnu Taimiyyah) berkata dalam Al-Furu : “Aku tidak mendapatkan dari Ahmad bahwa beliau menegaskan wajibnya dan memerintahkannya, maka janganlah (pendapat diatas) dinisbatkan kepadanya.”
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan murid-murid beliau memilih larangan berpuasa (pada waktu itu).
Syaikh Muhammad bin Hasan berkata : “Tidak diragukan lagi bahwa para peneliti dari kalangan madzhab Hambali dan selainnya berpendapat tentang tidak wajibnya berpuasa bahkan dimakruhkan atau diharamkan.”
Syaikh Abdul Lathief bin Ibrahim barkata bahwa orang yang melarang puasa (pada waktu diatas) mempunyai hujah hadits-hadits, diantaranya hadits Ammar : “Tidak boleh puasa pada waktu ragu.” At-Tirmidzi mengatakan bahwa berdasarkan hadits ini para ulama dari kalangan shahabat dan tabi’in beramal.”Demikian penjelasan Syaikh Ali Bassam.
Dari keterangan diatas menunjukkan bahwa malam ke-30 dari bulan Sya’ban apabila tidak terlihat hilal karena terhalang oleh awan dan selainnya adalah waktu yang diragukan padanya puasa. Oleh karena itu Imam As-Shan’ani menegaskan : “Ketahuilah bahwa hari yang diragukan adalah hari ke 30 dari bulan Sya’ban apabila tidak terlihat hilal pada malam itu, karena ada awan yang menghalangi atau selainnya. Bisa jadi saat itu bulan Ramadhan atau Sya’ban. Dan makna hadits Ammar dan selainnya menunjukkan atas haramnya puasa (pada saat itu).” (Subulus Salam 2/308)Kalau sudah jelas bahwa hari yang diragukan, maka tidak sepantasnya bagi seorang muslim untuk berpuasa sebelum Ramadhan satu atau dua hari dengan alasan ihtiyath (berhati-hati) kecuali kalau hari itu bertepatan dengan hari puasa (yang biasa ia lakukan).Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Abul Qasim Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Janganlah kalian dahului Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari, kecuali orang yang biasa berpuasa (bertepatan pada hari itu), maka puasalah.” (HR. Muslim)Shilah bin Zufar dari Amar berkata : “Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan, maka sungguh dia telah bermaksiat kepada Abul Qasim Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (Lihat Shifatus Shaum Nabi Qasim Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam karya Syaikh Ali Hasan dan Syaikh Salim Al-Hilali hal.28).IV. HUKUM HILAL YANG DIKETAHUI PADA AKHIR SIANGDari Umair bin Anas bin Malik dari pamannya dari kalangan shahabat bahwasanya ada sekelompok pengendara datang. Mereka mempersaksikan bahwa telah melihat hilal kemarin. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan mereka untuk berbuka (Iedul Fithri) dan pergi pagi-pagi ke tanah lapang keesokan harinya.
(HR. Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Sunan Tirmidzi 1/214, hadits ke 1026).Hadits ini sebagai dalil bagi orang yang berkata bahwasanya sahalat Ied boleh dilakukan pada hari kedua, apabila tidak jelas waktu Ied kecuali setelah keluar waktu shalatnya. Pendapat ini adalah pendapat Al-Auza’I, At-Tsauri, Ahmad, Ishaq, Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad, Syafi’I, dll… Dhahir hadits diatas menunjukkan bahwa shalat pada hari yang kedua itu adalah penunaian bukan qadla.” Demikian keterangan Imam Asy-Syaukani dalam Nailul Authar 3/310.Imam As-Shan’ani menyatakan : “hadits diatas sebagai dalil bahwa shalat Ied dilaksanakan hari kedua tatkala waktu Ied diketahui dengan jelas sesuadah keluar (habis) waktu shalat.” (Subulus Salam 2/133)Demikian keterangan para ulama tentang masalah diatas yang menunjukkan bolehnya shalat Iedul Fithri pada hari kedua. Semoga tulisan yang diambil dari kitab-kitab para ulama ini bermanfaat bagi kita. Kesempurnaan itu hanya mutlak milik Allah Ta’ala sedangkan makhluk tempat khilaf dan kekurangan. Wallahu A’lam bis Shawab.Catatan :Khusus hilal Iedul Adha sedikit berbeda, mengingat hari Ied baru tanggal 10 bulan Dzulhijjah, maka tinggal dihitung sepuluh hari mendatang setelah hilal nampak.
- SELESAI - (Dikutip dari beberapa sumber)

Mohon Maaf!!!

Mohon Maaf yang sebesar-besarnya,dengan segala kekurangan yang ada pada blog ini..di harapkan Teman-teman,saudara,bapak/ibu memakluminya...di karenakan Blog Al-Fatah maos ini masih dalam proses..kami selaku Admin meminta antum ikut serta dalam menghidupkan Blog ini dengan Mengirim artikel,Informasi,dsb...Ke:
E-mail:fahry_02@yahoo.com or arrrrrif@plasa.com
supaya di publikasikan di Blog Al-Fatah ini....
Terima kasih atas perhatiannya....wassalam.
Call/SMS:085-227-183-031

Download Area

Menu download
--->>>Softwere Islami

  1. Al-Qur'an In word------>>>download Softwere
  2. Ilmu Tajwid Flash------>>>download Softwere
  3. Waktu sholat------>>>download Softwere
  4. penghitung zakat------>>>download Softwere
  5. Kamus Arab------>>>download Softwere
  6. hadits------>>>download Softwere
  7. Al-qur'an digital------>>>download Softwere
  8. font arabic------>>>download Softwere
  9. jam islami dengan adzan------>>>download Softwere
  10. Terjemahan al-Qur'an 30 Juz------>>>download Softwere

--->>>Softwere

  1. K-lite media codec------>>>download
  2. kamus Inggris------>>>download
  3. AVS Video Tool------>>>download
  4. Download Softwere tool------>>>download
  5. Unlocker For File------>>>download
  6. softwere pembuat ebook------>>>download
  7. animasi Efek air Pada Gambar----->>>>download softwere

Puisi Untuk Sahabat

sahabatku………
seberat apapun masalahmu
sekelam apapun beban hidupmu
jangan pernah berlari darinya
ataupun bersembunyi
agar kau tak akan bertemu dengannya
atau agar kau bisa menghindar darinya
karena sahabat…..
seberapa jauhpun kau berlari
dan sedalam apapun kau bersembunyi
dia pasti akan menemuimu
dalam sebuah episode kehidupanmu
sahabatku……
alangkah indahnya bila kau temui ia dengan dada yang lapang
persilahkan ia masuk dalam bersihnya rumah hati
dan mengkilapnya lantai nuranimu
hadapi ia dengan senyum seterang mentari pagi
ajak ia untuk menikmati hangatnya teh kesabaran
ditambah sedikit penganan keteguhan
sahabat…….
dengan begitu
sepulangnya ia dari rumahmu
akan kau dapati
dirimu menjadi sosok yang tegar
dalam semua keadaan
dan kau pun akan mampu dan lebih berani
untuk melewati lagi deraan kehidupan
dan yakinlah sahabat……..
kaupun akan semakin bisa bertahan
kala badai cobaan itu menghantam

Animasi Efek air pada Gambar

Sering kita melihat efek air, salju pada suatu gambar. Untuk membuatnya tentu tidaklah mudah karena kita harus mengetahui trik pembuatan efek. Photoshop yang lazim digunakan untuk membuat efek-efek pada gambar. Namun, untuk saat ini tidak hanya efek gambar saja yang dapat dimodifikasi terlihat dalam kondisi hujan, air bergerak atau bersalju. Semua itu bisa dikerjakan dengan sebuah freeware yang tidaklah sulit penggunaanya.

Kalau ada yang mudah, kenapa harus sulit ?

Sqirlz Water Reflections adalah salah satu freeware yang menyediakan fitur untuk animasi efek air pada gambar. Menggunakan freeware ini, kita bisa dengan mudah membuat efek animasi air, yaitu efek air hujan, air bergerak, dan salju. Dalam penggunaan Sqirlz, kita dapat memilih beberapa jenis ripples dan melakukan penyesuaian tampilan animasi secara detail seperti ukuran gelombang, tampilan perpektif, dan area tuk animasi menggunakan selection tools untuk menyeleksi area gambar.

Dimana mendapatkannya ?

Freeware ini dapat di download disini dengan ukuran file sebesar 1.78 MB

Jalankan Sqirlz dan akan muncul seperti dibawah ini :



Pilih kombinasi animasi yang akan dipilih, yaitu :


Basic Ripples Only : menampilkan animasi riak air pada umumnya.
Ring Ripples Only : menampilkan animasi riak air berupa gelombang lingkaran - lingkaran.
Rain/Snow Only : menampilkan animasi hujan atau salju.
Rain/Snow and Basic Ripples : menampilkan animasi hujan / salju yang turun disertai riak air di tempat yang telah kita select.
Rain/Snow and Ring Ripples : menampilkan animasi hujan / salju yang turun disertai riak air yang berupa gelombang-gelombang berbentuk linkaran.
Setting masing-masing parameter tersebut sesuai keinginan dan simpan animasi. Animasi yang telah dibuat dapat disimpan dalam format file flash (.swf), avi video clip, .gif, .jpeg, .bmp, .png, .tif, .jp2. berikut contoh image yang telah ditambahi animasi hujan dan ripples :





informasi selengkapnya dapat kunjungi web resminya di www.xiberpix.com

SILAKAN DICOBA ….


Sory.......Blog lom jadi!!!!!masih dalam proses.Tunggu aja yaaaah

info

Arif abdurrahman:
Call/SMS :085 227 183 031
E-mail :fahry_02@yahoo.com, arrrrrif@plasa.com

USA dibawah obama

Arah Politik Luar Negeri Barack Obama
Oleh A. Jafar M. SidikJakarta (ANTARA News) - Jika anda ingin mendapatkan gambaran akan seperti apakah politik luar negeri, kebijakan ekonomi dan pertahanan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Barack Obama, maka mengenali limabelas penasehat terdekatnya berikut ini mungkin bisa menjadi gambaran awal bagaimana sebenarnya wajah internasional pemerintahan Obama itu.Banyak pakar di AS, diantaranya Joanna Klonsky dari Council on Foreign Relations menilai, agenda kebijakan luar negeri Obama adalah menekankan multilateralisme dan diplomasi untuk memajukan kepentingan- kepentingan AS di dunia. Artinya, Obama akan selalu melangkah di dunia dalam kerangka kerjasama internasional.Dalam konteks ini, Presiden Obama akan segera menarik pasukan AS dari Irak, berdialog dengan Iran dan Kuba, memperbarui pakta perdagangan bebas dengan lebih menekankan pada perlindungan kaum buruh dan keselamatan lingkungan.Komitmen Obama ini menjadi catatan yang harus diperhatikan para pengusaha yang menelantarkan kaum buruh dan merusak lingkungan di seluruh dunia karena sikap politik Obama tersebut tak hanya diproyeksikan pada tingkat nasional namun juga ke level internasional.Yang terpenting adalah sebagian besar penasehat keamanan, politik luar negeri dan ekonomi Barack Obama berpandangan, adalah penting bagi Amerika Serikat untuk berdialog tidak hanya dengan para sekutu dan negara sahabat, tetapi juga dengan musuh-musuh AS.Jadi, Gedung Putih kini sangat mungkin tidak mengharamkan berbicara dengan orang-orang yang kerap dipersepsikan sebagai musuh AS seperti Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad atau Presiden Venezuela Hugo Chavez, bahkan para pemimpin Kuba." Para penasehat ini benar-benar merefleksikan keyakinan Obama yang selama ini didengungkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini diplomasi telah turun derajat dan AS mestinya tidak takut untuk bernegosiasi dengan siapa pun," kata Derek Chollet dari Center for New American Security yang pernah menjadi penasehat kampanye untuk cawapres John Edwards.Oleh karena itu, kebijakan dan pendekatan luar negeri Obama akan sangat berbeda dari Presiden Bush. "Apakah itu dalam menimbang penggunaan kekerasan (di penjara), pada soal perubahan iklim, bagaimana kami menghadapi Iran , mengatasi Irak atau dalam proses perdamaian Timur Tengah, anda akan melihat perubahan besar," tambah Chollet.Selain itu, Obama akan terlibat dalam perdagangan karbon, sesuatu yang didagangkan Pangeran Charles ke Indonesia belum lama ini. Obama juga berikrar untuk menginvestasikan 150 miliar dolar AS untuk pengembangan teknologi energi bersih, memburu Alqaeda di Pakistan dan menaklukan Taliban di Afghanistan.Semua prinsip dasar kebijakan Presiden Barack Obama itu dicetuskan oleh limabelas orang paling penting dalam lingkaran utama Obama selama ini. Kelimabelas orang ini akan duduk menjadi tim penasehat keamanan nasional, kebijakan luar negeri, dan kebijakan ekonomi.Penasehat KeamananUntuk penasehat keamanan, ada enam tokoh yang dianggap akan selalu mengiringi Obama, diantaranya mungkin menjadi menteri pertahanan dan direktur badan intelijen. Keenam orang ini umumnya menolak perang, cinta diplomasi dan negosiasi, namun tegas terhadap terorisme atau anarki global.Keenam orang itu adalah Denis McDonough, Richard Danzig, Jonathan Scott Gration, Sam Nunn, William J. Perry, dan Sarah Sewall.Denis McDonough adalah koordinator penasehat keamanan dalam kampanye Obama dan menjadi orang terkeras yang berbicara soal perubahan iklim dan pemanasan global. Ia sangat aktif mempromosikan penarikan pasukan AS di Irak demi menyelamatkan defisit APBN dan membantu penyelamatan ekonomi AS yang lagi krisis.Kedua adalah Richard Danzig. Mantan menteri angkatan laut, pakar Center for Strategic and International Studies (CSIS) Washington dan konsultan urusan bioterorisme pada Departemen Pertahanan AS ini adalah pakar keamanan yang mendesak diakhirinya konflik-konflik bersenjata di seluruh dunia.Sementara Jonathan Scott Gration adalah pensiunan marsekal muda yang aktif dalam Tujuan Pembangunan Millenium-nya PBB. Veteran Perang Teluk 2001 dan mantan direktur di markas besar pasukan AS di Eropa (USEROCOM) yang pandai berbahasa Swahili ini aktif dalam kampanye anti kemiskinan global.Di samping mendesak AS untuk fokus mengejar Alqaeda, Gration adalah penuntut utama penarikan pasukan AS di Irak.Orang keempat adalah Sam Nunn. Mantan senator Georgia ini adalah pakar perlucutan senjata dan kemungkinan menjadi dalah tokoh yang diharapkan mengatasi krisis nuklir dengan Korea Utara dan Iran . AS akan makin aktif menekan Iran dalam soal nuklir, tetapi dengan cara yang sama sekali lain dari Bush, yaitu bernegosiasi langsung dengan negara para mullah ini.Kelima adalah William J. Perry. Penasehat keamanan semasa Presiden Clinton ini adalah profesor pada Universitas Stanford. Di samping aktif mempromosikan perlucutan senjata nuklir, ia adalah salah seorang yang terang-terangan menentang penggunaan militer di Irak.Terakhir, Sarah Sewall. Spesialis kebijakan publik dari Universitas Harvard ini adalah mantan Deputi Menteri Pertahanan semasa pemerintahan Clinton. Bersama dengan Komandan Pasukan AS di Irak, Jenderal David Petraeus, Sarah adalah pengarang buku strategi anti perang gerilya. Perempuan ini adalah salah seorang pakar strategi militer utama AS.Kebijakan Luar NegeriUntuk urusan kebijakan luar negeri, lima orang tokoh diproyeksikan mengendalikan lingkaran kebijakan luar negeri AS era Obama dan rata-rata menjadi penyokong demokratisasi, kerjasama internasional, multilateralisme dan penegakkan hak asasi manusia (HAM).Kelima orang itu pertama adalah Anthony Lake. Mantan penasehat keamanan semasa Bill Clinton dan profesor diplomasi pada Universitas Georgetown ini adalah penyokong utama multilateralisme pimpinan PBB, juga mendukung aktivasi terus menerus Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).Tokoh intelektual berikutnya adalah Mark Lippert. Orang ini adalah penasehat kebijakan luar negeri utama Obama di mana dia selalu hadir dan merancang kampanye Obama mengenai masalah internasional.Orang ketiga adalah Susan E. Rice. Perempuan pakar ekonomi global, pembangunan dan kebijakan luar negeri ini adalah juga spesialis Afrika sekaligus pendukung utama sejumlah kampanye kemanusiaan global seperti di Darfur, Sudan. Susan juga gencar melancarkan kampanye pengentasan kemiskinan dan pernah menyatakan kemiskinan global adalah salah satu unsur yang mempengaruhi stabilisasi keamanan nasional AS.Keempat, Gregory B. Craig. Mantan pembantu dekat Bill Clinton ini adalah orang yang menginginkan AS berdekatan kembali dengan Amerika Latin yang sekarang cenderung memusuhi Washington. Gregory mungkin menjadi penghubung Obama ke tokoh-tokoh kiri baru (neososialisme) di Amerika Latin.Terakhir adalah mantan menteri luar negeri semasa Clinton, Madeleine K. Albright. Perempuan diplomat ini aktif berkampanye dalam soal-soal kemanusiaan, demokratisasi dan hak asasi manusia. Reputasinya terkenal di seluruh dunia sebagai pendekar hak asasi manusia seperti di Bosnia dan banyak lagi.ProtektifUntuk bidang ekonomi, semua dari empat ekonom penasehat Obama tergolong cenderung mempromosikan kebijakan ekonomi yang protektif meski berulangkali mendukung pasar bebas. Salah seorang dari mereka adalah Austan Goolsbee, lulusan Universitas Chicago, kampus di mana mahaguru pasar bebas (profesor Milton Friedman) mengajar.Keempat orang dalam lingkaran terdalam kekuasaan Obama ini umumnya mendua dalam menyikapi perekonomian. Di satu sisi mendukung pasar bebas, namun di sisi lainnya menghendaki diterapkannya aturan untuk mendisiplinkan pasar. Bahkan keempatnya cenderung mempromosikan kebijakan yang sangat melindungi perekonomian domestik.Keempat orang itu diantaranya adalah Jason Furman. Peneliti ekonomi senior pada Brookings Institution ini pernah aktif di Bank Dunia dan menjadi anak buah dari Menkeu Robert Rubin semasa Presiden Clinton. Jason adalah ekonom pendukung pasar besar tetapi berpendapat bahwa membangun perekonomian domestik adalah fokus yang harus diambil ketika AS aktif dalam perdagangan bebas. Fokus itu diambil untuk menjamin keamanan sosial rakyat AS.Orang kedua adalah William M. Daley. Ekonom yang terlibat dalam gugus tugas Pakta Dagang Bebas Amerika Utara (NAFTA) ini juga berpandangan mendua dalam soal perdagangan bebas. Di satu pihak William mendukung pasar bebas, tetapi di sisi lain malah ingin perekonomian domestik AS kuat sehingga kebijakan ekonominya menjadi cenderung protektif.Ekonom ketiga adalah Austan Goolsbee. Ekonom lulusan University Chicago ini adalah peneliti utama pada Biro Riset Ekonomi Nasional (NBER).Berbeda dari umumnya lulusan fakultas ekonomi Universitas Chicago yang pernah melahirkan maha guru ekonomi neoliberal, Milton Friedman, Goolsbee mendukung pasar bebas namun mendorong penerapan aturan dalam transaksi ekonomi.Yang paling menakutkan dari prakarsa Goolsbee, terutama negara-negara ekonomi berkembang, adalah kritiknya terhadap ekposur modal asing pada obligasi dan seluruh surat utang pemerintah AS. Dia mengingingkan surat utang pemerintah AS tidak dijual kepada asing.Terakhir adalah Daniel K. Tarullo. Profesor Hukum dari Universitas Georgetown ini adalah spesialis hukum dagang internasional, hukum internasional dan hukum perbankan. Seperti ketiga ekonom di atas, Daniel adalah pengkritik utama pakta dagang bebas yang disebutnya tidak banyak menguntungkan AS. Daniel diperkirakan akan menjinakkan neoliberal dan kapitalisme ortodoks yang dianggap sebagai biang kebangkrutan ekonomi AS. (*)
sumber:www.antara. co.id 06/11/08 01:23

friendster al-fatah------>>LOGIN

info beasiswa

بسم الله الرّحمن الرّحيم
جماعة المسلمين (حزب الله)
JAMA`AH MUSLIMIN (HIZBULLAH)

Sekretariat : Jl. Pesantren Al-Fatah 1 RT 02 RW 05 Pasirangin, Cileungsi, Bogor, 16820
Telp./Fax : (021) 82498933, Mobile : +6281310460021, e-mail : mujahid_khil@yahoo.co.id
===========================================================================

Nomor
:...... /MKP/10/1429Bogor, 08 Syawwal 1429 H
Lampiran:2 (Dua) lembar
07 Oktober 2008 M
Perihal:Pendataan Calon Penerima



Beasiswa Al-Azhar


Kepada
1.. Ykh. Waliyul Imaam/Naibul Imaam/Amir Riyasah
2.. Ykh. Mudirus Shuffah/Roisul Madrasah Aliyah
3. Ykh. Para Orangtua
Di Tempat


السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Alhamdulillah, Shalawat dan Salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya sampai hari akhir. Dalam rangka pengembangan da'wah khilafah fil Ardl, Jama'ah Muslimin (Hizbullah) mencanangkan program studi secara Internasional, maka bersama ini kami sampaikan:

1. Menindaklanjuti kesediaan Duta Besar Mesir untuk Indonesia menerima alumni Al-Fatah untuk melanjutkan studi di Al-Azhar Kairo, kami mohon kepada Para Waliyul Imaam, Naibul Imaam, Amir Riyasah, Para Mudirus Shuffah, Roisul Madrasah Aliyah Al-Fatah dan Al-Khoiriyah untuk mendata putera/puteri para ikhwan yang berminat melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi di Al-Azhar Kairo tahun akademik 2009-2010.
2. Pendaftaran sementara calon peserta dengan cara mengisi formulir biodata lengkap dengan tanda tangan kesanggupan pendaftar dan memenuhi persyaratan sebagaimana terlampir.
3. Berkas pendaftaran calon peserta tersebut agar langsung disetorkan kepada Majlis Ta'lim wa Tarbiyah Pusat (MTTP) di Maktab Am Cileungsi Bogor, atau via fax (021) 82498933 atau via Po Box 028 Cileungsi, Bogor 16820, selambat-lambatnya tanggal 30 Oktober 2008.

Demikian edaran ini kami sampaikan untuk segera ditindaklanjuti.

Wassalam,









Permohonan Maaf!!!

Sehubungan dengan permintaan rekan-rekan alumni Al-fatah maos untuk mempunyai weblog sendiri kami berusaha untuk memenuhi permintaan tsb........dengan ini kami mohon maaf atas segala kekurangan di dalam Blog ini karena masih dalam PRoses....untuk keterangan lebih lanjut hubungi:Arif Abdurrahman(085227183031)

blog baru jadi